Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki

Citra Narada Putri - Senin, 22 Juli 2024
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak. (Dok. PARAPUAN)

Di sana kan kalau sebagai istri pimpinan daerah pasti jabatannya banyak secara fungsional. Baik itu sebagai ketua tim penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), kegiatan sosial K3S, berkaitan dengan kegiatan Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) dan semuanya itu akan melekat kepada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kalau K3S itu bentuknya kesejahteraan sosial, kita harus mendampingi anak yatim dan kelompok rentan. 

Walaupun awalnya sangat sulit untuk saya menyesuaikan diri, tapi saya sangat menikmati sekali ketika kita memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak. Hampir delapan tahun mendampingi sebagai istri walikota, dilanjutkan lagi lima tahun sebagai istri wakil gubernur, itu kan selalu melakukan pendampingan kepada isu perempuan dan anak. Dan itu bagi saya sangat menyenangkan sekali. Setiap ada kegiatan pembinaan, turun ke lapangan dan masyarakat, saya betul-betul menikmati.

Dalam menjalani tugas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menurut Anda apa hal yang paling menantang?

Dalam kapasitas saya sebagai menteri, ini adalah ketika isu-isu perempuan dan anak yang sangat kompleks serta multisektoral ini, itu berkaitan dengan isu budaya. Kalau kita bicara isu perempuan yang kita dampingi, saya ingat sekali ketika di Sumba pada pertengahan Juni 2021, sedang viral kasus kawin tangkap. Itu kan sangat dekat dengan faktor budaya. Kenapa pada beberapa kasus hal ini dilegalkan? Karena katakan lah aparat penegak hukum tidak berani menindak tegas karena itu berkedok budaya. 

Makanya, saya pikir tidak ada budaya yang statis. Budaya itu masih akan bergerak secara dinamis, yang penting pendekatan-pendekatan yang kita lakukan. 

Tantangannya cukup banyak, demikian juga terhadap anak, misal soal perkawinan anak. Itu kan di beberapa daerah, seperti di NTB ada kawin merarik (kawin lari), di Wajo pun ada anak usia 13-14 tahun kawin di usia muda dibuatkan pesta besar, itu kan budaya. 

Tapi ada istilah, tidak ada yang tidak bisa kita selesaikan. Saya bicara isu perempuan dan anak ini memang tantangannya cukup besar, karena sangat kompleks, intervensi yang kita lakukan di tiap daerah juga tidak bisa sama, karena kearifan lokal tersebut. 

Tapi beberapa kasus yang kita tangani, kami melakukan pendekatan tidak hanya ke pemerintah kedinasan, tapi juga duduk bersama dengan tokoh adat dan tokoh agama, pasti kita akan menemukan solusi. Di sana kita bisa pilah, mana yang budaya, mana yang kriminal. Itu mungkin tantangan secara umum dalam penanganan kerja-kerja di Kementerian ini terkait dengan isu perempuan dan anak. 

Baca Juga: Menteri PPPA Imbau Mahasiswa Aktif dalam Perlindungan Hak dan Kesetaraan bagi Perempuan

Kalau tantangan internalnya, secara pribadi saya, salah satunya adalah apakah saya adalah orang yang perfeksionis yah. Ini mungkin teman-teman saya, jajaran kementerian ini, sulit mendampingi saya karena saya harus sempurna. Padahal setiap kegiatan biasanya dari 100 persen nilai yang kita inginkan, 90 persennya sudah berjalan dengan bagus, sepuluh persennya selalu saya cari-cari. Bukan berarti saya tidak mengapresiasi, tapi kan saya inginnya kita lebih belajar dari kekurangan-kekurangan. 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki