Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki

Citra Narada Putri - Senin, 22 Juli 2024
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak. (Dok. PARAPUAN)

Ini makanya saya bilang, dalam penanganan isu perempuan dan anak, kata kuncinya adalah sinergi, kolaborasi dan komitmen bersama tentunya. 

Memperjuangkan hak perempuan dan anak-anak di seluruh Indonesia, Anda mungkin menjadi tumpuan harapan bagi banyak orang. Tapi apakah seorang Bintang Puspayoga sendiri memiliki sosok perempuan yang menjadi role model?

Mungkin saya bisa sampai saat ini itu tidak terlepas juga dari peran perempuan hebat dan luar biasa yang menginspirasi saya. Banyak sih, tapi mungkin terkhusus yang ingin saya sampaikan, kalau urusan domestik yang jadi role model saya adalah ibu saya. Saya delapan bersaudara. Di usia saya SMA kelas satu, saya masih punya tiga adik, saya sudah ditinggalkan oleh bapak saya. Jadi ibu saya single parent

Tapi dengan menjadi single parent, dengan delapan bersaudara, tidak ada satupun anaknya yang tidak sarjana. Tidak ada satupun yang pengangguran. Artinya kan sebenarnya perempuan itu punya kekuatan yang luar biasa. Perempuan itu tangguh luar biasa.

Kalau di ranah publik, saya role model yang bisa menguatkan saya, adalah Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri. Karena beliau kan perempuan pertama wakil presiden, kemudian presiden perempuan pertama, kemudian juga ketua umum partai. Kalau kita lihat masalah politik, ini kan sangat erat biasanya urusan laki-laki saja. Tapi beliau berapa periode memimpin salah satu partai besar yang ada di negara kita ini.

Hal yang cukup membanggakan kenapa beliau menjadi role model bagi saya adalah komitmen beliau luar biasa untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan menjaga bangsa yang kita cintai ini. Tapi masih banyak perempuan-perempuan di sekitar saya yang betul-betul menginspirasi saya. 

Di tengah berbagai kesibukan yang harus dilakukan sebagai seorang menteri, apakah Anda masih punya waktu untuk diri sendiri tidak? Biasanya apa me time yang Anda lakukan?

Tugas di ranah publik dan keluarga, saya sering mengatakan kepada teman-teman para perempuan, sebenarnya jangan dijadikan permasalahan karena perempuan kita harus mengurus urusan domestik. Yang penting kata kuncinya kalau kita bicara pembagian waktu itu adalah manajemen waktu, mana yang prioritas. 

Baca Juga: Ini Sosok Perempuan Terkaya di Dunia, Segini Nilai Aset Kekayaannya

Nah di tengah-tengah kesibukan, saya menjalankan tugas-tugas di kementerian ini, saya punya me time yang luar biasa. Karena baru delapan bulan ini saya ada cucu. Kalau dulu kita bilang di masyarakat punya cucu luar biasa bahagianya, sekarang itu saya rasakan. Me time saya adalah jam empat pagi, kalau di Bali kan jam 5 tuh, itu waktunya cucu saya bangun. Saya sudah bisa video call-an, itu rasanya sumber energi saya di cucu saya. 

Dan kalau waktu-waktu yang lain itu bagaimana kita mengatur waktu saja. Jangan sampai tugas yang membuat kita mengabaikan tugas-tugas domestik kita sebagai seorang ibu, sekarang saya sebagai seorang nenek, dan sebagainya.

Jika kuncinya adalah ‘manajemen waktu’, berarti Anda masih sempat main tenis meja? Seperti apa awal mula kecintaan terhadap hobi ini dan apakah masih dilakukan hingga kini?

Tenis meja sudah saya lakoni dari saya kelas 5 SD. Tapi sebelum kelas 5 SD saya sudah aktif main. Tapi di kelas 5 SD saya sudah turun panggung, saya ikut berbagai macam event. Kalau dulu namanya Pekan Seni Pelajar, kemudian juga dulu ada Porseni tingkat kecamatan dan kabupaten, itu sudah saya ikuti dari kelas 5 SD. 

Sampai kuliah pun, saya ke Brawijaya karena tenis meja. Dapat jodoh pun juga karena tenis meja. Saya waktu mahasiswa, suami saya Fakultas Sosial dan Politik, saya Fakultas Ekonomi, karena sama-sama di senat tahun 90-an kita buat event kejuaraan tenis meja nasional di kampus. Ketuanya suami saya, saya sekretarisnya. Di sanalah karena tenis meja dapat jodoh, dulu masih pacaran. 

Kalau main sampai sekarang, tidak rutin. Tapi sewaktu-waktu, kalau free waktunya, masih dilakoni sekali-kali. 

Apakah Anda masih punya mimpi yang ingin diraih setelah ini?

Saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi menteri. Ini kan sudah menjadi tokoh nasional bagi saya. Kalau untuk pribadi, saya bersyukur dengan anugerah yang luar biasa Tuhan sudah memberikan mimpi di luar ekspektasi saya. 

Tapi kalau mimpi yang saya inginkan mengemban tugas di kementerian ini adalah kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia di tengah budaya patriarki yang mengakar. Kalau bicara perempuan dan anak saya masih sering emosinya keluar. 

Baca Juga: Singgung Isu Pemberdayaan Perempuan, Begini Sinopsis Film Unicorn Store

Kesetaraan bagaimana perempuan Indonesia menjadi terdepan menjaga bangsa dan negara ini. Karena saya yakin betul ketika kesempatan dan peluang itu diberikan, tidak ada istilah tidak mungkin bagi perempuan. Mimpi tinggi saya adalah bagaimana kesetaraan di budaya patriarki yang tembok terlalu tebal ini kita bisa wujudkan di Indonesia. 

Realitanya memang seperti itu, ketika perempuan di Aceh mau maju jadi kepala desa, perempuan haram jadi pemimpin. Kan itu masih termasuk isu-isu yang harus kita selesaikan, maka perempuan di perkotaan patut bersyukur mempunyai kesempatan yang sama. Tapi perempuan di 3T itu mereka tidak punya mimpi untuk dirinya sendiri. 

Apa harapan Anda untuk perempuan Indonesia?

Perempuan harus punya mimpi dan mampu mewujudkannya. Kemudian perempuan-perempuan Indonesia harus berdaya dan mandiri. Berdayanya dalam arti yang luas, tidak hanya berdaya secara ekonomi saja, tapi juga pemahaman perspektif gender itu kuat dipahami. 

Saya melihat ketika perempuan itu mandiri, berdaya, isu-isu yang lainnya terkait pengasuhan dengan peran kita sebagai ibu, akan bisa kita lakukan dengan baik. Isu kekerasan atau KDRT, pasti tidak akan kita alami karena kita punya bargaining position. Kemudian juga perkawinan anak, pasti bisa kita selesaikan karena bagaimanapun ketika kita bicara ini tidak hanya dari faktor budaya saja, tapi juga faktor kemiskinan. Supaya lepas dari beban, anak mereka dikawinkan di usia anak. 

Maka perempuan Indonesia harus berdaya dan mandiri. 

Satu kata yang paling menggambarkan perempuan Indonesia?

Satu kata untuk perempuan Indonesia adalah tangguh. 

Itu dia wawancara eksklusif PARAPUAN dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Bintang Puspayoga.

Kawan Puan juga bisa menyaksikan proses di balik layar wawancara dengan Bintang Puspayoga di video berikut ini.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Parapuan (@cerita_parapuan)

(*)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki