Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki

Citra Narada Putri - Senin, 22 Juli 2024
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ceritakan perjuangannya memberdayakan perempuan dan anak. (Dok. PARAPUAN)

Parapuan.co - Perempuan dan anak adalah dua kunci sukses utama masa depan Indonesia. Karena itulah, perempuan dan anak seharusnya menjadi prioritas dengan memastikan mereka berdaya dan mendapatkan perlindungan.

Kendati demikian, dalam praktiknya untuk memastikan keamanan dan memberdayakan perempuan dan anak ada banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi.

Namun di tengah rintangan tersebut, ada sosok perempuan yang tak pernah kenal lelah untuk memperjuangkan hak semua perempuan dan anak Indonesia.

Ia adalah Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia yang tak pantang menyerah untuk memotivasi, melindungi, hingga memberdayakan mereka.

Seperti apa perjuangan dan perjalanan karier Bintang Puspayoga dalam memberdayakan perempuan dan melindungi anak? Berikut bincang eksklusif PARAPUAN dan Bintang Puspayoga. 

Apa yang memotivasi Anda untuk bekerja di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak?

Kalau bekerja di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang memotivasi itu sepertinya garis tangan saya. Background pendidikan saya (ekonomi), kemudian saya sebagai ASN (aparatur sipil negara) di bidang keuangan, saya adalah orang yang eksak banget. 

Tapi tahun 2000 itu, suami saya dipilih menjadi Walikota Denpasar. Artinya sebagai istri pimpinan daerah kita pasti akan direkatkan dengan kehidupan sosial masyarakat. Jadinya saya mengenal kegiatan pendampingan, pemberdayaan terhadap perempuan dan anak ini di tahun 2000 itu, ketika saya mendampingi suami saya sebagai Walikota Denpasar.

Baca Juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Perempuan Indonesia Harus Berdaya dan Mandiri

Di sana kan kalau sebagai istri pimpinan daerah pasti jabatannya banyak secara fungsional. Baik itu sebagai ketua tim penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), kegiatan sosial K3S, berkaitan dengan kegiatan Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) dan semuanya itu akan melekat kepada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kalau K3S itu bentuknya kesejahteraan sosial, kita harus mendampingi anak yatim dan kelompok rentan. 

Walaupun awalnya sangat sulit untuk saya menyesuaikan diri, tapi saya sangat menikmati sekali ketika kita memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak. Hampir delapan tahun mendampingi sebagai istri walikota, dilanjutkan lagi lima tahun sebagai istri wakil gubernur, itu kan selalu melakukan pendampingan kepada isu perempuan dan anak. Dan itu bagi saya sangat menyenangkan sekali. Setiap ada kegiatan pembinaan, turun ke lapangan dan masyarakat, saya betul-betul menikmati.

Dalam menjalani tugas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menurut Anda apa hal yang paling menantang?

Dalam kapasitas saya sebagai menteri, ini adalah ketika isu-isu perempuan dan anak yang sangat kompleks serta multisektoral ini, itu berkaitan dengan isu budaya. Kalau kita bicara isu perempuan yang kita dampingi, saya ingat sekali ketika di Sumba pada pertengahan Juni 2021, sedang viral kasus kawin tangkap. Itu kan sangat dekat dengan faktor budaya. Kenapa pada beberapa kasus hal ini dilegalkan? Karena katakan lah aparat penegak hukum tidak berani menindak tegas karena itu berkedok budaya. 

Makanya, saya pikir tidak ada budaya yang statis. Budaya itu masih akan bergerak secara dinamis, yang penting pendekatan-pendekatan yang kita lakukan. 

Tantangannya cukup banyak, demikian juga terhadap anak, misal soal perkawinan anak. Itu kan di beberapa daerah, seperti di NTB ada kawin merarik (kawin lari), di Wajo pun ada anak usia 13-14 tahun kawin di usia muda dibuatkan pesta besar, itu kan budaya. 

Tapi ada istilah, tidak ada yang tidak bisa kita selesaikan. Saya bicara isu perempuan dan anak ini memang tantangannya cukup besar, karena sangat kompleks, intervensi yang kita lakukan di tiap daerah juga tidak bisa sama, karena kearifan lokal tersebut. 

Tapi beberapa kasus yang kita tangani, kami melakukan pendekatan tidak hanya ke pemerintah kedinasan, tapi juga duduk bersama dengan tokoh adat dan tokoh agama, pasti kita akan menemukan solusi. Di sana kita bisa pilah, mana yang budaya, mana yang kriminal. Itu mungkin tantangan secara umum dalam penanganan kerja-kerja di Kementerian ini terkait dengan isu perempuan dan anak. 

Baca Juga: Menteri PPPA Imbau Mahasiswa Aktif dalam Perlindungan Hak dan Kesetaraan bagi Perempuan

Kalau tantangan internalnya, secara pribadi saya, salah satunya adalah apakah saya adalah orang yang perfeksionis yah. Ini mungkin teman-teman saya, jajaran kementerian ini, sulit mendampingi saya karena saya harus sempurna. Padahal setiap kegiatan biasanya dari 100 persen nilai yang kita inginkan, 90 persennya sudah berjalan dengan bagus, sepuluh persennya selalu saya cari-cari. Bukan berarti saya tidak mengapresiasi, tapi kan saya inginnya kita lebih belajar dari kekurangan-kekurangan. 

Tapi itulah yang melelahkan dari dulu, karena bawaan mungkin yah. Orang bilang mungkin ‘orok bayi’. Saya pun ingin mengikis perfeksionis saya, karena itu sangat melelahkan. Terkadang acara sudah selesai, ada kekurangan sedikit, malamnya kita pikirkan lagi kenapa begini. Itu kan sangat melelahkan. Itulah tantangan secara personal yang mungkin sampai usia sekarang ini dan kedepan harus saya kurangi. 

Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, mengaku perfeksionis saat bekerja demi bisa memberikan yang terbaik.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, mengaku perfeksionis saat bekerja demi bisa memberikan yang terbaik. (Dok. PARAPUAN)

Apa pengalaman paling mengharukan ketika bekerja dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak?

Kalau tugas di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini beberapa kali saya turun ke daerah, mungkin lebih banyak yang mengharukan. Karena saya dalam melakukan kerja-kerja dimanapun diamanahkan, saya pasti melakukan pekerjaan itu saya dinikmati, jadi pekerjaan itu tidak saya jadikan beban. 

Tapi setelah di kementerian ini, ketika kita turun, bagaimana di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) melihat anak melahirkan anak, kemudian usia enam tahun dia harus hamil disetubuhi ayah kandungnya, kemudian melihat anak perempuan harus ditahan karena dia membunuh untuk membela dirinya diperkosa. Seperti itu saja terus. 

Pendampingan seperti itu betul-betul boleh dikatakan mengharukan dan menyayat hati. Kalau dulu saya lima tahun mendampingi suami saya menjadi Menteri Koperasi dan UKM turun ke daerah melihat produk-produk, betul-betul mencuci mata. Saya betul-betul di kementerian ini setiap turun mendampingi kasus yang menimpa anak-anak, kekerasan yang menimpa perempuan, betul-betul kementerian air mata. Tapi bagi saya sering mengajak teman-teman ini (di Kemenpppa) bahwa kerja-kerja kita adalah kerja-kerja tabungan dunia akhirat. 

Karena sering melihat banyak perempuan dan anak menghadapi peristiwa-peristiwa menyayat hati, pernahkah Anda merasa lelah?

Kalau melelahkan tidak, tapi menjadi beban pikiran melihat situasi yang masih menjadi PR panjang kita selesaikan untuk isu perempuan dan anak, iya. Tapi saya alhamdulillah-nya, astungkara, sinergi kolaborasi lintas stakeholder ini luar biasa. 

Baca Juga: Dua Perempuan Tangguh di Bidangnya yang Jadi Role Model Bintang Puspayoga

Setiap permasalahan yang terjadi di lapangan terkait dengan isu perempuan dan anak ini kan tidak serta merta diselesaikan oleh kementerian ini. Makanya, saya sering mengatakan ekspektasi masyarakat terhadap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, setiap isu perempuan dan anak bisa diselesaikan oleh kementerian ini. Itu tidak. 

Kami hanya kementerian koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. Isu-isu secara teknik ada di kementerian lembaga. Dan yang menjadi ujung tombak, ketika kita bicara menyelesaikan isu perempuan dan anak ini, akan menjadi sangat penting sejauh mana pimpinan daerah, bupati, walikota sampai di akar rumput, kepala desa dan lurah, memberikan perhatian melalui regulasi, kebijakan, program terhadap perempuan dan anak. Ini memang dibutuhkan sinergi kolaborasi lintas kita semua untuk menyelesaikan isu perempuan dan anak. 

Kenapa isu perempuan dan anak ini menjadi penting untuk menjadi perhatian kita, karena perempuan dan anak mengisi hampir dua pertiga dari populasi penduduk Indonesia. Perempuan hampir 49,5 persen, anak sepertiganya 28,8 persen. Apalagi pemenuhan hak, perlindungan anak-anak ini akan menjadi sangat amat penting kita hadir semuanya, karena mereka lah generasi penerus bangsa dan negara yang kita cintai ini kedepannya 

Potret Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
Potret Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (Dok. PARAPUAN)

Apa pencapaian Kemenpppa yang menurut Anda paling berpengaruh? 

Kalau bicara pencapaian masyarakat di umum, biar masyarakat yang menilai. Tapi saya melihat ada beberapa yang saya patut syukuri. Kalau mungkin masyarakat melihat suatu kegagalan, yang lagi hits sekarang kan isu-isu kekerasan yah. Apakah itu kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, tiada hari tidak pernah absen baik itu di media sosial maupun di berita. 

Kami melihat, kalau kita bicara kekerasan, ini adalah seperti fenomena gunung es. Banyak kasus yang tidak dilaporkan. Belakangan ini maraknya kasus seperti darurat kekerasan, tidak lepas dari dampak media sosial. Saya melihat keberhasilannya karena di tahun 2021 kita sosialisasikan ‘Dare to Speak Up’ untuk berani bicara. Dan sekarang ini kenapa kasus merebak terjadi, kemudian kasus banyak muncul ke permukaan, itu tidak terlepas juga bahwa masyarakat sudah menganggap kekerasan yang dialaminya bukan aib lagi. Makanya mereka berani mengungkapkan kasus, sehingga kasus tersebut kelihatannya banyak terjadi belakangan ini.

Saya juga sering menyampaikan ketika kita bicara kasus-kasus ini, kita tidak akan pikirkan penanganannya. Kita tidak hanya berpikir penyelesaian di hilir saja, tapi di hulunya akan menjadi penting untuk upaya preventif atau pencegahan.

Contoh saja, belakangan ini kan sering ada kasus yang terjadi, yang seharusnya anak-anak berada di tempat aman dan nyaman di pendidikan berasrama berbasis agama, justru anak-anak mengalami bullying, kekerasan, di tempat seperti itu. Ini artinya apa, kalau di pendidikan berasrama berbasis agama, kita ingin Kemenag (Kementerian Agama) hadir melakukan evaluasi, monitoring. 

Baca Juga: KemenPPPA Raih Opini WTP, Menteri Bintang: Pengelolaan untuk Progam Berdampak Positif

Kemudian ramainya bullying di sekolah, kekerasan yang dialami oleh anak-anak kita, pelakunya adalah gurunya sendiri. Makanya hadirnya Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) ini juga menjadi amat sangat penting. Dalam penanganan pun kami tidak bisa sendiri. Rehabilitasi harus ditangani Kemensos (Kementrian Sosial) dan lain-lainnya. 

Ini makanya saya bilang, dalam penanganan isu perempuan dan anak, kata kuncinya adalah sinergi, kolaborasi dan komitmen bersama tentunya. 

Memperjuangkan hak perempuan dan anak-anak di seluruh Indonesia, Anda mungkin menjadi tumpuan harapan bagi banyak orang. Tapi apakah seorang Bintang Puspayoga sendiri memiliki sosok perempuan yang menjadi role model?

Mungkin saya bisa sampai saat ini itu tidak terlepas juga dari peran perempuan hebat dan luar biasa yang menginspirasi saya. Banyak sih, tapi mungkin terkhusus yang ingin saya sampaikan, kalau urusan domestik yang jadi role model saya adalah ibu saya. Saya delapan bersaudara. Di usia saya SMA kelas satu, saya masih punya tiga adik, saya sudah ditinggalkan oleh bapak saya. Jadi ibu saya single parent

Tapi dengan menjadi single parent, dengan delapan bersaudara, tidak ada satupun anaknya yang tidak sarjana. Tidak ada satupun yang pengangguran. Artinya kan sebenarnya perempuan itu punya kekuatan yang luar biasa. Perempuan itu tangguh luar biasa.

Kalau di ranah publik, saya role model yang bisa menguatkan saya, adalah Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri. Karena beliau kan perempuan pertama wakil presiden, kemudian presiden perempuan pertama, kemudian juga ketua umum partai. Kalau kita lihat masalah politik, ini kan sangat erat biasanya urusan laki-laki saja. Tapi beliau berapa periode memimpin salah satu partai besar yang ada di negara kita ini.

Hal yang cukup membanggakan kenapa beliau menjadi role model bagi saya adalah komitmen beliau luar biasa untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan menjaga bangsa yang kita cintai ini. Tapi masih banyak perempuan-perempuan di sekitar saya yang betul-betul menginspirasi saya. 

Di tengah berbagai kesibukan yang harus dilakukan sebagai seorang menteri, apakah Anda masih punya waktu untuk diri sendiri tidak? Biasanya apa me time yang Anda lakukan?

Tugas di ranah publik dan keluarga, saya sering mengatakan kepada teman-teman para perempuan, sebenarnya jangan dijadikan permasalahan karena perempuan kita harus mengurus urusan domestik. Yang penting kata kuncinya kalau kita bicara pembagian waktu itu adalah manajemen waktu, mana yang prioritas. 

Baca Juga: Ini Sosok Perempuan Terkaya di Dunia, Segini Nilai Aset Kekayaannya

Nah di tengah-tengah kesibukan, saya menjalankan tugas-tugas di kementerian ini, saya punya me time yang luar biasa. Karena baru delapan bulan ini saya ada cucu. Kalau dulu kita bilang di masyarakat punya cucu luar biasa bahagianya, sekarang itu saya rasakan. Me time saya adalah jam empat pagi, kalau di Bali kan jam 5 tuh, itu waktunya cucu saya bangun. Saya sudah bisa video call-an, itu rasanya sumber energi saya di cucu saya. 

Dan kalau waktu-waktu yang lain itu bagaimana kita mengatur waktu saja. Jangan sampai tugas yang membuat kita mengabaikan tugas-tugas domestik kita sebagai seorang ibu, sekarang saya sebagai seorang nenek, dan sebagainya.

Jika kuncinya adalah ‘manajemen waktu’, berarti Anda masih sempat main tenis meja? Seperti apa awal mula kecintaan terhadap hobi ini dan apakah masih dilakukan hingga kini?

Tenis meja sudah saya lakoni dari saya kelas 5 SD. Tapi sebelum kelas 5 SD saya sudah aktif main. Tapi di kelas 5 SD saya sudah turun panggung, saya ikut berbagai macam event. Kalau dulu namanya Pekan Seni Pelajar, kemudian juga dulu ada Porseni tingkat kecamatan dan kabupaten, itu sudah saya ikuti dari kelas 5 SD. 

Sampai kuliah pun, saya ke Brawijaya karena tenis meja. Dapat jodoh pun juga karena tenis meja. Saya waktu mahasiswa, suami saya Fakultas Sosial dan Politik, saya Fakultas Ekonomi, karena sama-sama di senat tahun 90-an kita buat event kejuaraan tenis meja nasional di kampus. Ketuanya suami saya, saya sekretarisnya. Di sanalah karena tenis meja dapat jodoh, dulu masih pacaran. 

Kalau main sampai sekarang, tidak rutin. Tapi sewaktu-waktu, kalau free waktunya, masih dilakoni sekali-kali. 

Apakah Anda masih punya mimpi yang ingin diraih setelah ini?

Saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi menteri. Ini kan sudah menjadi tokoh nasional bagi saya. Kalau untuk pribadi, saya bersyukur dengan anugerah yang luar biasa Tuhan sudah memberikan mimpi di luar ekspektasi saya. 

Tapi kalau mimpi yang saya inginkan mengemban tugas di kementerian ini adalah kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia di tengah budaya patriarki yang mengakar. Kalau bicara perempuan dan anak saya masih sering emosinya keluar. 

Baca Juga: Singgung Isu Pemberdayaan Perempuan, Begini Sinopsis Film Unicorn Store

Kesetaraan bagaimana perempuan Indonesia menjadi terdepan menjaga bangsa dan negara ini. Karena saya yakin betul ketika kesempatan dan peluang itu diberikan, tidak ada istilah tidak mungkin bagi perempuan. Mimpi tinggi saya adalah bagaimana kesetaraan di budaya patriarki yang tembok terlalu tebal ini kita bisa wujudkan di Indonesia. 

Realitanya memang seperti itu, ketika perempuan di Aceh mau maju jadi kepala desa, perempuan haram jadi pemimpin. Kan itu masih termasuk isu-isu yang harus kita selesaikan, maka perempuan di perkotaan patut bersyukur mempunyai kesempatan yang sama. Tapi perempuan di 3T itu mereka tidak punya mimpi untuk dirinya sendiri. 

Apa harapan Anda untuk perempuan Indonesia?

Perempuan harus punya mimpi dan mampu mewujudkannya. Kemudian perempuan-perempuan Indonesia harus berdaya dan mandiri. Berdayanya dalam arti yang luas, tidak hanya berdaya secara ekonomi saja, tapi juga pemahaman perspektif gender itu kuat dipahami. 

Saya melihat ketika perempuan itu mandiri, berdaya, isu-isu yang lainnya terkait pengasuhan dengan peran kita sebagai ibu, akan bisa kita lakukan dengan baik. Isu kekerasan atau KDRT, pasti tidak akan kita alami karena kita punya bargaining position. Kemudian juga perkawinan anak, pasti bisa kita selesaikan karena bagaimanapun ketika kita bicara ini tidak hanya dari faktor budaya saja, tapi juga faktor kemiskinan. Supaya lepas dari beban, anak mereka dikawinkan di usia anak. 

Maka perempuan Indonesia harus berdaya dan mandiri. 

Satu kata yang paling menggambarkan perempuan Indonesia?

Satu kata untuk perempuan Indonesia adalah tangguh. 

Itu dia wawancara eksklusif PARAPUAN dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Bintang Puspayoga.

Kawan Puan juga bisa menyaksikan proses di balik layar wawancara dengan Bintang Puspayoga di video berikut ini.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Parapuan (@cerita_parapuan)

(*)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki