Ayah saya menduduki jabatan satu pimpinan lembaga pada waktu itu. Saya punya kakak yang kemudian menjadi salah satu sekda di provinsi. Saya cuman berpikir, saya harusnya juga bisa. Bapak saya bisa, kakak saya bisa, kenapa saya enggak bisa? Jadi itu kemudian yang memotivasi saya untuk bisa.
Saya pada posisi eselon 2 pada waktu itu di Bappenas, melihat bahwa kalau saya ada di posisi itu terus, saya akan ada di zona nyaman terus. Saya tidak bisa mengembangkan kemampuan dan kapasitas saya, lebih lagi. Staf-staf di bawah saya jadi enggak bisa naik karena tertahan. Jadi, waktu itu saya pikir saya harus keluar dari zona nyaman untuk memberikan peluang.
Intinya adalah saya ingin membuka peluang bagi teman-teman yang masih ada di bawah itu untuk bisa bergerak maju. Saya tidak ingin maju sendiri, tapi saya ingin mengajak yang lainnya maju. Jadi, saya kemudian pindah, harus keluar dari sana untuk mencari posisi yang bisa memberi peluang mereka untuk bisa naik.
Selain itu, isunya yang digarap di sini (Kemenko PMK) tidak jauh berbeda dengan apa yang kami tangani di Bapennas, yang terkait dengan meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda. Saya sangat enjoy dengan substansi yang digarap, karena sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Kita bicara anak, itu adalah anak kita. Kita bicara keluarga, itu adalah keluarga kita. Kita bicara perempuan, saya perempuan, anak saya dua-duanya kebetulan perempuan.
Jadi, kayaknya memang saya pas di sini. Kita tuh kayak punya satu kekuatan, pada saat kita bisa membuat lebih baik lingkungan, keluarga, anak-anak, saudara-saudara kita. Karena kalau bicara keluarga, anak, perempuan, itu adalah orang-orang yang berada di sekitar kita. Sementara di sisi lain masih banyak isu-isu yang kita hadapi. Masih ada kekerasan terhadap anak, perkawinan di usia anak, bullying dan seterusnya.
Termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan, KDRT, luar biasa juga. Belum lagi kita bicara isu kepemimpinan pada perempuan yang juga masih menjadi tantangan. Belum lagi, angka pernikahan turun, perceraian meningkat. Kompleks isunya dan itu dekat dengan kita.
Mungkin saya tidak mengalami langsung, tapi mungkin saudara, tetangga, kerabat saya, ada di sekitar kita. Ayo kita bantu. Saya mungkin tidak membantu langsung, tapi dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang kita keluarkan itu kan sebenarnya bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan pada orang-orang terdekat ini.
Apa hal paling menantang yang dihadapi selama bertugas?
Memang yang menjadi tantangannya ini adalah banyak isu-isu yang berkaitan dengan isu agama, isu budaya, yang butuh pendekatan khusus. Sebagai contoh, isu terkait dengan perkawinan anak. Perkawinan anak ini kan banyak disebabkan karena latar belakang, misalnya agama, daripada zinah lebih baik nikahkan saja. Oh anak sudah baligh, segeralah dinikahkan.
Baca Juga: Perjuangan Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak