Mimpi Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Kemenko PMK Tingkatkan Kualitas Perempuan dan Anak

Citra Narada Putri - Rabu, 30 Oktober 2024
Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI.
Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI. (Dok. PARAPUAN)

Nah ini yang memang menjadi tantangan bagi kita, bagaimana memberikan pemahaman, penyadaran, mungkin tidak dari sudut pandang agama, tetapi juga ada faktor kesehatannya, kesiapan mentalnya, kesiapan ekonomi. Kalau kita mau menikah itu kan harus ada kesiapan-kesiapan itu yang perlu kita sampaikan, tapi dari sudut pandang agama. 

Jadi kalau saya menyampaikan tuh membahasa-agamakan berbagai dampak-dampak terhadap satu isu itu, sehingga lebih mudah dipahami oleh semua pihak, masyarakat atau ulama dan sebagainya.

Menjadi Lady Boss, bagaimana gaya kepemimpinan yang Anda terapkan agar pekerjaan selesai dengan baik?

Karena saya pemimpin perempuan, saya tidak mungkin otoriter, karena kita akan berhadapan dengan tembok pada saat kita bicara ‘harus seperti ini, harus seperti itu’. Saya menerapkan kepemimpinan yang sifatnya demokratis. 

Artinya, pada saat kita memberikan arahan, tentu kita juga menanyakan bagaimana pandangannya, bagaimana tanggapannya, adakah masukan. Jadi, saya tidak meniadakan masukan-masukan dari staf-staf ataupun eselon 2 di tempat kami. Bahkan kadang-kadang saya langsung menanyakan kepada staf saya, “kalau menurut dia seperti apa pandangannya?” atau “pandangan teman-teman seperti apa? Ada masukan enggak?”. 

Selain juga saya melatih teman-teman itu untuk berani mengungkapkan pendapatnya, berani menyampaikan pikiran-pikirannya. Menurut saya itu menjadi latihan, karena sering kali staf-staf saya tuh suka malu menyampaikan. Nah saya ingin mendorong mereka. 

Jadi, saya tetap menyampaikan satu pandangan, tapi saya juga ingin minta pandangan dari teman-teman, supaya yang nanti akan diterapkan itu adalah hasil kesepakatan. Karena kita masih dalam budaya yang sangat kental dengan patriarkinya, jadi kita ada pendekatan-pendekatan yang humanis. 

Kadang-kadang kita pakai pendekatan yang personal, artinya seperti pertemanan. Jadi, tidak berbicara tentang ‘saya pemimpin’, tapi saya di sini adalah sebagai teman. Ini membuat orang jadi lebih terbuka. Kalau kita bicara memimpin, seringkali orang jadi tertutup ya, tidak mau membuka diri.  

Bekerja meningkatkan kualitas anak dan perempuan, bagaimana caranya agar keduanya bisa menjadi generasi penerus bangsa?

Baca Juga: Mengenal Elisabeth Novie Riswanti, Satu-Satunya Direktur Perempuan di BTN



REKOMENDASI HARI INI

Kerap Dicap Bermental Lembek, Ini 5 Kelebihan Gen Z dalam Bekerja