Ketika Anak-Anak dan Remaja Alami Kebosanan, Pahami Penyebab dan Cara Mengatasinya

Arintha Widya - Senin, 17 Februari 2025
Anak dan remaja rentan alami kebosanan, apa penyebab dan bagaimana mengatasinya?
Anak dan remaja rentan alami kebosanan, apa penyebab dan bagaimana mengatasinya? Simplylove

Parapuan.co - Kalimat "Aku bosan" mungkin terdengar seperti keluhan biasa dari anak-anak, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa tingkat kebosanan di kalangan anak-anak dan remaja semakin meningkat.

Hal itu terungkap dalam sebuah survei yang dilakukan oleh OnePoll bersama Elmer’s terhadap 2.000 orang tua dengan anak usia 3 hingga 12 tahun.

Melansir Parents, hasil survei mengungkapkan bahwa rata-rata anak hanya butuh waktu 33 menit sebelum merasa bosan. Tren ini juga terjadi pada remaja.

Analisis YahooLife terhadap survei tahunan Monitoring the Future dari University of Michigan menunjukkan bahwa tingkat kebosanan meningkat selama pandemi, dan kembali naik pada tahun 2023.

Para ahli menunjukkan bahwa penggunaan layar menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya rasa bosan. Berikut informasinya lebih lanjut!

Mengapa Anak-Anak Mudah Merasa Bosan?

Menurut Jillian Amodio, LMSW, seorang pekerja sosial berlisensi di Waypoint Wellness Center, perkembangan zaman dan teknologi sangat memengaruhi cara anak-anak bermain dan menghabiskan waktu.

"Kita hidup di era teknologi. Anak-anak tidak bermain seperti dulu bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena mereka hidup di dunia yang berbeda dari generasi sebelumnya," ujarnya.

Selain itu, faktor lain seperti kurangnya keterlibatan orang tua dalam aktivitas anak juga turut berkontribusi.

Baca Juga: Selain Bekali Pengetahuan, Ini Upaya Cegah KBGO pada Anak dan Remaja

"Orang tua harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama anak-anak mereka," kata Alejandra Galindo, LMFT, terapis keluarga di Thriveworks Houston.

Namun, ia juga menekankan bahwa banyak orang tua yang mengalami keterbatasan waktu, dukungan, dan kapasitas mental untuk terus menerus mendampingi anak-anak dalam setiap aktivitas mereka.

Bosan atau Rentang Perhatian yang Pendek?

Menurut Dr. Leslie Taylor, seorang psikolog anak dari UTHealth Houston, rentang perhatian anak bervariasi sesuai dengan usia mereka.

"Minimalnya adalah dua kali usia mereka dalam menit; maksimalnya tiga kali usia mereka," jelasnya. Dengan demikian, perhatian normal untuk anak menurut usia antara lain:

  • 3-4 tahun: 6-8 menit
  • 5-8 tahun: 12-24 menit
  • 9-11 tahun: 20-30 menit
  • 12 tahun: 20-40 menit

Dr. Zishan Khan, psikiater anak dan remaja di Mindpath Health, menambahkan bahwa keluhan kebosanan bisa jadi hanya refleksi dari rentang perhatian yang memang masih berkembang.

"Saya merasa [survei] ini menunjukkan bahwa kebosanan yang dirasakan anak sering kali merupakan cerminan dari rentang perhatian yang sesuai usia," katanya.

Bagaimana Mengatasi Kebosanan pada Anak?

Untuk mengurangi kebosanan, Dr. Khan menyarankan beberapa langkah berikut:

Baca Juga: Tak Hanya Orang Dewasa, Gangguan Bipolar Juga Bisa Terjadi pada Anak dan Remaja

1. Dorong Aktivitas yang Menggunakan Tangan

Kegiatan seperti seni dan kerajinan, membangun sesuatu, atau permainan sensorik dapat meningkatkan daya tahan perhatian anak.

"Orang tua dapat menyiapkan area khusus dengan bahan seperti krayon, kertas, tanah liat, atau balok bangunan untuk mendorong anak membuat proyek sendiri," paparnya.

2. Tetapkan Rutinitas

Menjadwalkan waktu untuk membaca, bermain imajinatif, dan bermain di luar membantu anak mengetahui apa yang diharapkan dan mengurangi kegelisahan.

"Konsistensi membantu anak-anak beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain dengan lebih mudah," tambahnya.

3. Promosikan Permainan Mandiri

Memberikan waktu bagi anak untuk bermain sendiri membantu mereka mengembangkan imajinasi dan keterampilan memecahkan masalah.

"Mulailah dengan waktu singkat dan tingkatkan secara bertahap agar mereka terbiasa," kata Dr. Khan.

Baca Juga: Tips Psikolog: Percaya Pada Anak Saat Ia Melakukan Tugas Domestik

Kebosanan pada Remaja dan Tantangannya

Meningkatnya kebosanan pada remaja sebenarnya sudah terjadi sebelum pandemi.

Sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa remaja AS semakin sering melaporkan kebosanan sejak tahun 2010, dengan peningkatan sekitar 1,17 persen per tahun hingga 2017.

Selama pandemi, angka tersebut melonjak, dengan lebih dari 21 persen siswa kelas 8 dan 45 persen siswa kelas 12 melaporkan sering merasa bosan pada tahun 2021.

Menurut Dr. Khan, salah satu penyebab utama kebosanan pada remaja adalah keterlibatan digital yang berlebihan.

"Keterlibatan digital yang terus-menerus dapat menyebabkan overstimulasi, membuat aktivitas offline terasa kurang menarik dan meningkatkan perasaan bosan," jelasnya.

Galindo menambahkan bahwa kurangnya kontrol terhadap aktivitas mereka juga berperan.

"Ketika remaja merasa tidak memiliki pilihan atau tantangan, mereka cenderung tidak tertarik," ungkapnya.

Oleh karena itu, memberi mereka kebebasan dalam memilih aktivitas dapat membantu mengurangi kebosanan.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Emotional Invalidation dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental

Mengatasi Kebosanan pada Remaja

1. Kenali dan Validasi Perasaan Mereka

Membantu remaja menemukan outlet sehat untuk mengatasi kebosanan sangat penting.

"Orang tua bisa mengarahkan mereka ke aktivitas yang menantang dan bermakna," kata Dr. Taylor.

2. Atur Waktu Layar Secara Kolaboratif

Daripada sekadar membatasi, Dr. Khan menyarankan agar orang tua berdiskusi dengan anak mereka tentang aturan penggunaan layar.

"Ini akan membantu mereka merasa lebih memiliki kendali atas keputusan tersebut," terangnya.

3. Berikan Kebebasan dan Kemandirian

Galindo menyarankan agar orang tua memberikan pilihan kepada remaja dalam melakukan tugas sehari-hari, seperti memilih menu makan malam atau memasak makanan mereka sendiri.

Baca Juga: Kenali 4 Pola Asuh yang Bisa Sebabkan Masalah Kesehatan Mental Pada Anak dan Remaja

Kapan Kebosanan Menjadi Masalah?

Kebosanan sebenarnya bisa bermanfaat, karena dapat mendorong kreativitas dan refleksi diri.

Namun, kebosanan yang terus-menerus tanpa saluran yang konstruktif bisa berdampak negatif.

"Saya sering melihat anak-anak yang bertingkah lebih buruk ketika mereka merasa bosan atau mencari stimulasi," jelas Dr. Khan.

Selain itu, jika kebosanan disertai dengan kesulitan berkonsentrasi dan hiperaktif, bisa jadi itu merupakan tanda ADHD.

"Jika gejala ini terus-menerus dan mempengaruhi fungsi sehari-hari, termasuk di sekolah, sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater," tambahnya.

Pada akhirnya, para ahli menekankan bahwa orang tua tidak harus merasa terbebani untuk selalu menghibur anak-anak mereka.

"Saya tidak pernah mengharapkan orang tua menjadi sempurna," ujar Galindo.

"Kadang-kadang kita akan tergoda untuk memberikan layar, dan itu tidak masalah. Yang penting adalah menemukan keseimbangan dan memberikan anak-anak kita keterampilan untuk mengelola kebosanan mereka sendiri," pungkasnya.

Baca Juga: Kemen PPPA Rilis Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja

(*)

Sumber: Parents
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Kemendag Luncurkan Program Pelatihan AI Generatif agar UMKM Bisa Ekspor