Ingin Suami Juga Ikut Melakukan Tugas Domestik? Ini Saran Psikolog

Shenny Fierdha - Selasa, 11 Mei 2021
Ilustrasi berbagi tugas domestik antara suami dan istri
Ilustrasi berbagi tugas domestik antara suami dan istri Freepik.com

Parapuan.co - Pembagian peran dalam keluarga memang perlu dilakukan secara imbang dan setara agar tak ada yang merasa terbebani dengan tugas rumah tangga. 

 

Memang sih, tugas domestik itu biasanya tak jauh-jauh dari memasak, membersihkan rumah, mengurus anak (kalau sudah punya anak), dan belanja kebutuhan rumah tangga.

Apabila suami dan istri sama-sama berbagi tugas domestik, tentu akan terasa lebih ringan sebab tugas domestiknya jadi cepat selesai, Kawan Puan.

Namun, masih ada sejumlah pasangan yang lebih membebankan tugas domestik ke istri saja, meski sang istri juga bekerja mencari nafkah.

Terbayang, kan, betapa lelahnya istri karena harus mengurus pekerjaan kantorannya plus mengurus tugas domestik pula.

Baca Juga: Duh, Suami Enggan Melakukan Pekerjaan Domestik? Ini Penyebabnya

Pembagian peran dalam keluarga yang demikian juga ditunjukkan dari hasil survey PARAPUAN yang berjudul Pembagian Peran dalam Keluarga yang dilakukan dari 16-19 April lalu.

Survei yang melibatkan 234 responden perempuan dan laki-laki di Indonesia yang sudah menikah dan berusia antara 29 tahun hingga 70 tahun.

Sebanyak 64,5 persen di antara total responden tersebut mengakui bahwa suami dan istri sama-sama bekerja mencari nafkah untuk keluarga.

Walau istri banyak yang bekerja, namun 42,3 persen responden menyatakan bahwa tugas domestik lebih banyak dilakukan oleh istri alih-alih bersama oleh suami dan istri.

Adapun pasangan yang telah membagi tugas domestik dengan adil antara suami dan istri sebanyak 34,6 persen responden.

Sisanya, yakni 23,1 persen responden melimpahkan tugas domestik kepada anak, asisten rumah tangga, orangtua, maupun mertua.

Selain itu, 234 responden juga diminta memberikan penilaian sangat tidak setuju sampai sangat setuju terkait pembagian tugas domestik dalam survei ini.

Penilaian sangat tidak setuju sampai sangat setuju itu tertuang dalam skala 1,0 sampai 6,0.

Rincinya, skala 1,0 sampai 3,5 artinya sangat tidak setuju sampai kurang setuju.

Sementara, skala 3,6 sampai 6,0 artinya agak setuju sampai sangat setuju.

Baca Juga: Cara Bijak Jelaskan ke Suami Pentingnya Pembagian Peran Domestik Selama Pandemi

Hasilnya, 234 responden ini memberikan skala 2,6 untuk pernyataan "Tugas utama istri adalah mengurus pekerjaan rumah tangga (tugas domestik)".

Ini berarti para responden cenderung tidak setuju jika membebankan tugas domestik hanya kepada istri.

Ini juga menunjukkan bahwa para responden umumnya menilai bahwa tugas domestik sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri.

Dengan demikian, muncul pertanyaan yaitu bagaimana caranya supaya suami dan istri sama-sama melakukan tugas domestik ini?

Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan berikut, Kawan Puan.

Komunikasi Antara Suami dan Istri

Untuk mengetahui bagaimana caranya supaya suami dan istri mengerjakan tugas domestik bersama, PARAPUAN berbincang dengan Rismijati E. Koesma.

Perempuan yang akrab disapa Ceu Tetty itu merupakan seorang psikolog dewasa dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.

Percakapan hangat antara PARAPUAN dan Ceu Tetty ini berlangsung via telepon pada Minggu (9/5/2021).

Menurut Ceu Tetty, cara supaya suami dan istri sama-sama melakukan pekerjaan domestik adalah keduanya harus berkomunikasi mengenai hal tersebut.

"Kuncinya adalah komunikasi," kata Ceu Tetty.

Baca Juga: Ada di Instagram, Ini Komunitas yang Bisa Diikuti Bapak Rumah Tangga

Selain komunikasi, sambung dia, suami dan istri juga harus bekerja sama secara terbuka ketika menetapkan komitmen rumah tangga.

"Komunikasi dan kerjasama yang dilakukan secara terbuka dalam menyusun komitmen rumah tangga," kata Ceu Tetty.

Komitmen rumah tangga yang dimaksud adalah komitmen atau perjanjian antara suami dan istri yang membahas soal peran suami, peran istri, dan pelaksanaan tugas domestik.

Misalnya, suami dan istri sama-sama berkomitmen untuk menyandang peran sebagai pencari nafkah keluarga sebab keduanya bekerja kantoran.

Keduanya juga bisa berkomitmen untuk mengerjakan tugas domestik bersama.

Namun, penting diingat bahwa komitmen rumah tangga yang sudah ditetapkan oleh suami dan istri sewaktu-waktu bisa berubah tergantung keadaan.

Contohnya, sepasang suami istri awalnya sama-sama bekerja mencari nafkah dan sama-sama menunaikan tugas domestik pula, mulai dari memasak sampai mengurus anak.

Suatu ketika, sang istri memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri sehingga tak bisa bekerja dan mengerjakan tugas domestik bareng suami lagi.

"Misalnya, istrinya tiba-tiba kuliah S3 di luar negeri dan jadinya suami yang mengurus anak (dan tugas domestik lainnya). 

Lalu istrinya bilang, 'Kamu (suami) cari uang, ya, kerja ekstra, untuk membelikan aku tiket pulang biar aku bisa pulang enam bulan sekali ke rumah.' Kalau mereka (suami dan istri) sudah berkomitmen seperti ini, tak apa-apa," jelas Ceu Tetty.

Baca Juga: Selain Tidak Terbuka, Ini Kesalahan Komunikasi dalam Pernikahan

Dia kembali mengingatkan bahwa komitmen rumah tangga yang sudah dibuat oleh suami dan istri bisa berubah seiring dengan munculnya perubahan dalam hidup mereka.

Salah satu contoh perubahannya seperti yang tadi sudah disebutkan, yakni salah seorang pasangan melanjutkan studinya ke luar negeri.

"Komitmen rumah tangga bisa berubah. Makanya, itu (komitmen rumah tangga) harus dikaji ulang secara berkala," tegas Ceu Tetty.

Ketika terjadi suatu perubahan dalam hidup mereka, maka suami dan istri sebaiknya mengkaji ulang atau bahkan mengubah komitmen rumah tangganya jika diperlukan.

Diubahnya komitmen rumah tangga itu bertujuan untuk memudahkan diri suami dan diri istri beradaptasi dengan perubahan dalam hidupnya.

Kapan Sebaiknya Dikomunikasikan?

Pada paragraf sebelumnya, Ceu Tetty mengatakan bahwa komitmen rumah tangga harus dikaji ulang secara berkala oleh suami dan istri.

Pengkajian berkala tersebut tentunya memerlukan komunikasi antara suami dengan istri.

Menurut dia, komunikasi untuk mengkaji ulang komitmen rumah tangga tersebut sebaiknya dilakukan setiap tiga sampai enam bulan sekali.

"Alangkah baiknya untuk dilakukan setiap tiga bulan sekali atau setiap enam bulan sekali," ujar Ceu Tetty.

Interval tiga sampai enam bulan sekali itu bukannya tanpa alasan, Kawan Puan.

Baca Juga: Butuh Kerja Sama Ekstra, Ini Trik Membagi Peran Domestik Suami dan Istri Selama Pandemi

Menurut dia, ini tak lepas dari cukup banyaknya perubahan hidup yang bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam bulan.

Dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan, salah satu pasangan bisa saja tiba-tiba mendapat promosi di kantor jadi akan semakin sibuk.

Atau, bisa juga istri mendadak hamil sehingga tidak bisa beraktivitas fisik terlalu banyak.

"Ambil contoh situasi pandemi (Covid-19) saja. Ada banyak perubahan dalam tiga bulan sekali, atau bahkan setiap bulannya.

Itu menurut saya (suami dan istri) perlu mengkaji ulang komitmen (rumah tangga) agar mereka masing-masing bisa beradaptasi dan bertoleransi terhadap perubahan dalam hidup," beber Ceu Tetty.

Tak sebatas dikomunikasikan setiap tiga sampai enam bulan sekali, suami dan istri juga harus mengkaji ulang komitmen rumah tangganya sebelum dan sepanjang pernikahan.

Dengan kata lain, hal ini dilakukan secara terus-menerus, mulai dari sebelum menikah sampai akhir pernikahan (karena bercerai atau karena salah satu pasangan meninggal).

"Terus-terusan diomongin. Kebiasaan ini (komunikasi antara suami-istri untuk mengkaji ulang komitmen rumah tangga) harus dilakukan oleh pasangan suami istri sepanjang masa until the end (sampai akhir pernikahan)," ungkap Ceu Tetty.

Contohnya, perempuan dan laki-laki sebelum menikah membuat komitmen rumah tangga bahwa keduanya bekerja mencari nafkah.

Keduanya juga berkomitmen untuk mengerjakan tugas domestik bersama tanpa mempekerjakan asisten rumah tangga.

Baca Juga: Ini yang Menyebabkan Perempuan Terlihat Menyedihkan Pasca Cerai

Ketika sudah resmi menjadi pasangan suami istri, keduanya tetap menjalankan komitmen rumah tangganya ini.

Namun ketika berusia senja dan kondisi fisik mereka menurun, pasangan suami istri ini bisa saja mengkaji ulang komitmen mereka terkait pelaksanaan tugas domestik.

Ini karena kondisi fisik keduanya yang tak lagi prima dapat menyulitkan mereka untuk melakukan tugas domestik dengan tangan sendiri.

"Misal, suami dan istri sama-sama sudah berusia 70 tahun. Suaminya, katakanlah, sudah tak bisa memakai kaus kaki sendiri dan harus dibantu.

Sementara istrinya juga sudah sulit berjongkok. Nah, jalan keluarnya misalnya dengan mempekerjakan asisten rumah tangga," jelas Ceu Tetty.

Yang Harus Diperhatikan dalam Komunikasi Suami-Istri

Menurut Ceu Tetty, ketika suami dan istri mengomunikasikan soal komitmen rumah tangga, keduanya harus sama-sama terbuka.

"Harus berkomunikasi terbuka dan tahu sama tahu. Maksudnya, suami dan istri harus tahu peran masing-masing dalam komitmen rumah tangga itu," ujar Ceu Tetty.

Apabila salah satu pasangan tidak terbuka dan cenderung menutupi perasaannya terkait komitmen rumah tangga yang dibuat, ini tentu tidak baik.

Misalnya, suami dan istri membuat komitmen rumah tangga bahwa mereka tak akan mempekerjakan asisten rumah tangga.

Baca Juga: Simak 7 Mitos Tentang Kekerasan Domestik yang Perempuan Harus Tahu

Ini karena mereka memilih untuk melakukan tugas domestik berdua dengan pasangan.

Namun, istri rupanya tak setuju dan sebetulnya ingin menggunakan jasa asisten rumah tangga supaya lebih praktis.

Tapi, dia tidak mengungkapkan hal ini secara terbuka kepada suami lantaran takut suaminya tidak suka.

Akibatnya, istri terpaksa mengikuti komitmen rumah tangga tersebut.

"Kalau ini tidak didiskusikan secara terbuka, ini bisa memunculkan rasa kecewa terhadap hubungan pernikahan karena ada pihak yang merasa tidak dipahami," ucap Ceu Tetty.

Rasa kecewa ini dapat terus menumpuk dan membuat istri merasa dirugikan dan tidak bahagia dengan pernikahannya.

Perasaan-perasaan seperti itu kemudian dapat menjadi bibit pertikaian antara suami dan istri.

"Jadi, yang bisa memicu pertikaian dalam pernikahan itu salah satunya karena ada salah seorang pasangan yang merasa tertekan dan tidak ikhlas dalam menjalankan komitmen rumah tangga," terang Ceu Tetty.

Baca Juga: Ramai Isu Perceraian, Ini 5 Tips Pertahankan Rumah Tangga Agar Tetap Harmonis

Padahal, dalam menjalankan komitmen rumah tangga, suami dan istri harus sama-sama ikhlas melakukannya sebab itu adalah komitmen bersama yang dibuat demi kepentingan bersama.

Maka itu, jika ada hal yang tidak disetujui dalam komitmen rumah tangga, suami atau istri harus mengungkapkan ketidaksetujuannya secara terbuka.

Ketika komitmen rumah tangga tersebut dikaji ulang dan diubah sesuai dengan persetujuan kedua pihak, maka suami dan istri kemudian harus ikhlas menjalankannya.

"Kata kuncinya itu tadi, yaitu keterbukaan dalam berkomunikasi. Juga (suami dan istri) sama-sama harus ikhlas," pungkas Ceu Tetty.

Nah, Kawan Puan, pekerjaan rumah tangga tetap menjadi tanggung jawab bersama dengan suami. Yuk, coba ajak suami untuk mengambil peran yang lebih banyak!(*)

Sumber: Wawancara,Data survei parapuan april 2021
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami